Langsung ke konten utama

Hijrahkah aku?


Ha ha ha. Sebelumnya tertawai aku dulu yang telah berani menuliskan "kehijrahan" dalam keadaan tidak karuan.  Entah Akan menjadi lucu atau memalukan,  aku tidak peduli.  Aku hanya ingin beromong kosong ria saja sebentar.
Aku sendiri tidak tahu imajinasi apa yang tiba-tiba masuk saat mendongak ke ventilasi atap. Terrekam sekelebat metamorfosaku dari awal smester sampai kini.  Aku sempat menjadi orang lain rupanya.  Aku memaksakan diri untuk mengukung kebebasanku dengan syari'at ketat,  sampai akhirnya aku benar-benar paham bahwa Islamku adalah Agama kemudahan. Aku sendiri yang mempersempit pengetahuan Tuhan dengan lingkaran berfikirku.  Aku sempat dirundung ketakutan jika akan berbuat banyak hal. Seolah Tuhan bukanlah maha pemurah lagi maha pemaaf. Saat aku berkata-kata, aku khawatir suaraku menjadi syahwat. Saat melupakan kaos kaki, aku sudah mengumbar aurat.  Masih banyak hal lain yang membuat dosa mengincarku dari jauh dan seolah menunggu kelalaianku lagi. Jujur saja jiwaku terancam. Seolah -olah hidupku hanya berteman kesalahan-kesalahan.  Lalu bagaimana aku bisa mendapat ketenangan?
Tentu bukan sebuah keikhlasan waktu itu. Sampai akhirnya,  aku mencari titik tenang kehidupanku.  Sesuatu yang mampu menjadi penengah kontra batinku.  Kemudian dari perkenalanku dengan orang luas,  aku memilih berhijrah menggunakan cara-cara yang aku dapat dari mereka.  Berhijrah mengikuti sikap masyarakat umum dikorelasikan sesuai ajaran pendahulu.  Fanatik pada diri sendiri , toleran pada orang lain. Bagiku keutamaan berhijrah adalah kepribadian dan pakaian hanya cerminan kepribadian seseorang.  Walau aku tidak tahu sudah benar-benar melakukannya atau belum,  sudah betul-betul memahami nilai-nilai kehijrahan atau belum, namun gejolak-gejolak seperti ini harus selalu ada dibenak dan perasaanku, sebab hanya gejolak itu yang menuntunku selalu berfikir dan berburu. Entah keistiqomahanku bertahan sampai kapan, hanya aku dan Tuhan yang tahu.
Aku tidak ingin membandingkan kehijrahan.  Aku hanya menyerukan pengakuan. Aku sedang tidak menyalahkan paham yang bersebrangan. Aku hanya bercerita bagaimana aku menemukan diriku sendiri saat ini.
Baiklah. Kita bukan manusia sempurna, semua itu hanyalah pencarian sementara. Proses kita masih panjang untuk mencapai tujuan-tujuan. Masih bisa berubah-ubah sesuai keadaan atau keinginan.  Selama tidak melenceng dari keyakinan,  maka teruslah menjelajahi diri kita sampai kita benar-benar tahu pada siapa kita kembali.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sajen

SESAJI ============================== Ditulisan kali ini, aku tidak ingin membahas makna filosofis sesajen dari pandangan culture jawa maupun mitologi ya, karena aku bukan ahlinya ahli, intinya inti😁. Terlebih jika membahas hukum syari'atnya, hummmm pasti lain ceritaku. Sekali lagi, ku tak sanggup!!!. Jelas lah aku belum mampu membuat riset dan menjadikannya sebuah essay. Jadi cukup menceritakan eksperimen sederhana saja. 😊 . Alhamdulillah aku hidup disebuah desa yang masih lekat dengan budaya kejawennya. Ritual sesaji juga sepertinya masih berlangsung sampai sekarang. Hanya tidak seintens dulu. Nah ini yang aku tunggu. Sa jen. Aku mengintai lewatnya seorang pria dari kaca ruang tamu. Ia bernama mbah Suprat penyunggi sesaji. Begitu terlihat semakin dekat, aku memasang posisi maraton bersama teman-teman sebayaku. Kami langsung menyerbu isi tampah milik lelaki paruh baya itu. Mbah Suprat menyambutnya dengan senyum lebar nan ramah, lalu menurunkan tampahnya sampai ping...

EMBAHKU, IBUKU

***************************************** Sedekat apa hubungan kalian dengan embah? - Sosok embah dihidupku hampir lebih utama dibanding orang tua. Orang tuaku jauh. Sesekali saja mereka menjenguk. Sedih? Pasti. Tapi orang tuaku lebih tahu apa yang harus dilakukannya. Semua demi kebaikan anak-anaknya. Aku bersyukur. Embah tak hanya seorang nenek, tapi seorang ibu. Tidurku tak lepas dari dongeng legendarisnya. Do'anya membaluriku setiap saat. Ia senang menunjukkan kedermawanannya dihadapanku. Aku tahu itu sebuah nasehat yang tersirat. Nasehat untuk tidak menjadi kikir.  Nasehat untuk terus berbagi apapun keadaannya. Ketika menerima tamu, embah mengajariku menyuguhkan secangkir teh dengan benar. Mencium tangan orang yang lebih tua, memandang wajah ketika diajak bicara. Aku tahu, kesopan santunan sedang diterapkan padaku. Etika dan akhlakku dibentuk dari kebiasaan kecil itu.  Embahku adalah Ilmu. Hingga saat embah berpulang kepadaNya, aku begitu kehilangan. Malah bercam...

🐾 CARI danTAU 🐾

                    CARI dan TAU  Membaca bagian dari mengingat tapi menelaah bagian dari lalai .  Bersyukurlah atas ketidak puasan. Berterimakasihlah pada kerakusan. Sebab berkat dua hal itu manusia menikmati sensasi kehausan. Orang yang tidak berfikir merasa cukup hanya membaca kata "Bacalah". Menyudahi dengan mengabaikannya. Namun manusia berakal akan mengembangkan makna kata tunggal itu. Dia akan mencari kemungkinan-kemungkinan dengan segala macam tafsiran. Tidak cukup. Dia akan melebarkan tafsiran-tafsiran itu ke berbagai persepsi. . Sekian..πŸ˜‹✌️