Mengapa Mahabarata justru aku cerna dari keyakinan berbeda? Mengapa dinasti turki usmani aku pahami bukan dari kalanganku sendiri? Mengapa juga aku tidak pernah tahu Togog, Semar, Gareng, Petruk di duniaku?. Buku itu mahal. Untuk tahu bagaimana kebijakan dan sistem perpolitikan kerajaan demak/singosari melalui tulisan sungguh melelahkan dan menguras keuangan. Apalagi untuk anak-anak pemalas sepertiku. Sudah aku bilang. Aku tidak tau persis bahasa kawi. Jadi jangan paksa aku mendengarkan dalang menceritakan wayang. Salah siapa aku tidak dikenalkan gunungan dan kelir. Tidak diajari menabuh peking, bonang atau gong. Aku ini hanya putri jawa hilang jawanya. Yahh...bisa dibilang penganut ajakan katy perry lah.
.
Harapanku, pengetahuan-pengetahuan itu didapat dari televisi. Masa hanya kalangan tertentu saja yang paham Sejarah Kebudayaan Islam atau legenda tanah jawa. Tentang syeh siti jenar dan poro wali. Tentang peristiwa Islam dan perjuangan Nabi- nabi. Tentang masuknya Agama ke Indonesia. Hanya orang-orang akademisi dan santri saja? Begitu?. Anak bau kencur sepertiku harus cari masukan sendiri, meminta bantuan pada kemauan dan mood yang tak tentu kapan datang. Harus menelusuri secara mandiri asal usul moyang-moyangku.
Aku tahu bahwa candra gupta mauria adalah embah dari raja ashoka dan ayah dari bindusara, juga masa-masa kejayaan magada ditangan mereka. Aku tahu dari televisi Indonesia rasa india. Tapi aku tidak tahu pada masa hindia-belanda, kemudian berubah Batavia, hingga penjajahan kolonial membentuk politik kasta pada bahasa jawa, dengan mengelompokannya menjadi ngoko untuk siapa, kromo untuk siapa. Tidak. Aku tidak mengetahuinya dari televisi kita. Aku ingin di televisi Muncul film Rhamayana atau legenda-legenda lain dari pulau tetangga. Bagaimana jika legenda suku Dayak atau Toraja? Pasti akan sangat menarik dan semakin memperkuat aroma Indonesiaku. Mengandalkan si bolang saja tidak cukup bung. Aku hanya ingin dikembalikan lagi ke identitas asliku. PUTRI BUMI JAWA dengan aksara ha na ca ra ka nya... ☺
.
Harapanku, pengetahuan-pengetahuan itu didapat dari televisi. Masa hanya kalangan tertentu saja yang paham Sejarah Kebudayaan Islam atau legenda tanah jawa. Tentang syeh siti jenar dan poro wali. Tentang peristiwa Islam dan perjuangan Nabi- nabi. Tentang masuknya Agama ke Indonesia. Hanya orang-orang akademisi dan santri saja? Begitu?. Anak bau kencur sepertiku harus cari masukan sendiri, meminta bantuan pada kemauan dan mood yang tak tentu kapan datang. Harus menelusuri secara mandiri asal usul moyang-moyangku.
Aku tahu bahwa candra gupta mauria adalah embah dari raja ashoka dan ayah dari bindusara, juga masa-masa kejayaan magada ditangan mereka. Aku tahu dari televisi Indonesia rasa india. Tapi aku tidak tahu pada masa hindia-belanda, kemudian berubah Batavia, hingga penjajahan kolonial membentuk politik kasta pada bahasa jawa, dengan mengelompokannya menjadi ngoko untuk siapa, kromo untuk siapa. Tidak. Aku tidak mengetahuinya dari televisi kita. Aku ingin di televisi Muncul film Rhamayana atau legenda-legenda lain dari pulau tetangga. Bagaimana jika legenda suku Dayak atau Toraja? Pasti akan sangat menarik dan semakin memperkuat aroma Indonesiaku. Mengandalkan si bolang saja tidak cukup bung. Aku hanya ingin dikembalikan lagi ke identitas asliku. PUTRI BUMI JAWA dengan aksara ha na ca ra ka nya... ☺
Komentar