Langsung ke konten utama

Tahta Sajaroh

Hari ini, tanggal 30 November aku duduk berdekatan dengan pohon rindang samping kamar pasien RSUD di Banyumas. Ranting menjalar lebar, tertancap helai-helai daun seolah berlindung dari hempasan angin yang ingin membawanya ke bumi. Lepas mengisi perut, aku membatin "bagaimana jika aku coba mencari inspirasi sambil menunggu kamar mama dibersihkan?". Menuju bangku lembab bekas hujan semalaman. Hawanya menenangkan. Syukurlah. Otakku sedikit lebih baik.  Aku fikir, gairah menulisku sudah hilang. Sejujurnya aku sudah lelah akibat insomnia tadi malam. Moodku hampir tidak datang. Aku rangsang dengan koran harian kemarin sore yang baru aku baca sebagian. Membaca sebelum menulis seperti forplay bagiku. Mataku menjangkau ke koridor rumah sakit. Ada dokter cantik, perawat baik, OB tangguh, dan pasien-pasien yang sabar. Satu tanya terbesit "Ada berapa ribu problema dalam hidup mereka?". Spontan,  dua penunggu pasien menggertak lamunanku. Ribut biaya didepanku persis. Aku jadi sengaja mendengar mereka mempersoalkan dana RS demi membebaskan anak, saudara, atau orang tuanya dari keadaan mencekik. Ya Tuhan, nyawa begitu berharga untuk Orang-orang seperti kami. Tapi tidak bagi kebanyakan orang dijalanan. Berkendara seenaknya, dan menyalip-nyalip sekenanya. Seandainya mereka tahu bahwa raganya sedang di nanti dalam do'a keselamatan.  Seharusnya mereka cinta pada jiwanya masing-masing demi orang rumah.
Bicara soal dana kesehatan begitu riskan. Program pemerintah pun jarang bisa jadi andalan. Nyatanya, proses di perlambat. Berapa lama lagi sakit itu mereka tahan?  Aku mendadak ingat disetiap pintu masuk ruangan terpampang jelas hak-hak pasien. Seandainya juga, kami dirajakan sebagaimana tulisan dalam banner tadi. Manusia kecil memang hanya sanggup berandai-andai sambil mengharap Orang-orang besar mewujudkannya. Masa bodoh pada nasib dokter dan perawat. Setidaknya hidup mereka lebih terjamin dari kami. Lalu OB?  Dia setingkat lebih prihatin dari pihak RS. Nah, nasib kami ini para pekerja serabutan,  yang tidak pasti penghasilan. Tapi tak apa lah. Yang penting sehat,  waras slamet.  Kata motivasi lama.
Lalu apa lagi ya yang aku lihat?
Banyak. Tapi jika semua ku tumpahkan dalam satu tulisan,  maka handphoneku bakal mati mendadak. Hehe...
Sekarang, aku usaikan catatan tiba-tiba ini tetap dalam bentuk kurang jelas dan gagap inti. . Biarlah!  Agar tahu aku tetap menulis saat menunggu.. Ini namanya, tulisan saji semauku

🌲🌳🌲🌳🌲🌳🌲🌳🌲🌳🌲🌳🌲🌳🌲🌳

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sajen

SESAJI ============================== Ditulisan kali ini, aku tidak ingin membahas makna filosofis sesajen dari pandangan culture jawa maupun mitologi ya, karena aku bukan ahlinya ahli, intinya inti😁. Terlebih jika membahas hukum syari'atnya, hummmm pasti lain ceritaku. Sekali lagi, ku tak sanggup!!!. Jelas lah aku belum mampu membuat riset dan menjadikannya sebuah essay. Jadi cukup menceritakan eksperimen sederhana saja. 😊 . Alhamdulillah aku hidup disebuah desa yang masih lekat dengan budaya kejawennya. Ritual sesaji juga sepertinya masih berlangsung sampai sekarang. Hanya tidak seintens dulu. Nah ini yang aku tunggu. Sa jen. Aku mengintai lewatnya seorang pria dari kaca ruang tamu. Ia bernama mbah Suprat penyunggi sesaji. Begitu terlihat semakin dekat, aku memasang posisi maraton bersama teman-teman sebayaku. Kami langsung menyerbu isi tampah milik lelaki paruh baya itu. Mbah Suprat menyambutnya dengan senyum lebar nan ramah, lalu menurunkan tampahnya sampai ping...

EMBAHKU, IBUKU

***************************************** Sedekat apa hubungan kalian dengan embah? - Sosok embah dihidupku hampir lebih utama dibanding orang tua. Orang tuaku jauh. Sesekali saja mereka menjenguk. Sedih? Pasti. Tapi orang tuaku lebih tahu apa yang harus dilakukannya. Semua demi kebaikan anak-anaknya. Aku bersyukur. Embah tak hanya seorang nenek, tapi seorang ibu. Tidurku tak lepas dari dongeng legendarisnya. Do'anya membaluriku setiap saat. Ia senang menunjukkan kedermawanannya dihadapanku. Aku tahu itu sebuah nasehat yang tersirat. Nasehat untuk tidak menjadi kikir.  Nasehat untuk terus berbagi apapun keadaannya. Ketika menerima tamu, embah mengajariku menyuguhkan secangkir teh dengan benar. Mencium tangan orang yang lebih tua, memandang wajah ketika diajak bicara. Aku tahu, kesopan santunan sedang diterapkan padaku. Etika dan akhlakku dibentuk dari kebiasaan kecil itu.  Embahku adalah Ilmu. Hingga saat embah berpulang kepadaNya, aku begitu kehilangan. Malah bercam...

🐾 CARI danTAU 🐾

                    CARI dan TAU  Membaca bagian dari mengingat tapi menelaah bagian dari lalai .  Bersyukurlah atas ketidak puasan. Berterimakasihlah pada kerakusan. Sebab berkat dua hal itu manusia menikmati sensasi kehausan. Orang yang tidak berfikir merasa cukup hanya membaca kata "Bacalah". Menyudahi dengan mengabaikannya. Namun manusia berakal akan mengembangkan makna kata tunggal itu. Dia akan mencari kemungkinan-kemungkinan dengan segala macam tafsiran. Tidak cukup. Dia akan melebarkan tafsiran-tafsiran itu ke berbagai persepsi. . Sekian..πŸ˜‹✌️