Langsung ke konten utama

NASKAH DITOLAK MALAS BERTINDAK


      Siapapun penulis besar pernah mengalami penolakan atau revisi. Entah sekali,  dua kali bahkan berkali-kali. Tetapi dasar mental penulis, dia pantang berfikir,  eliminasi naskah merupakan kegagalan yang harus disesali. Namun dia yakin bahwa penolakan adalah bentuk perhatian penerbit atas kekurangan yang harus dilengkapi,  atau kesalahan yang harus di perbaiki.
      Di kutip dari blogg Diva press.com bahwa #Kok proses nulis lama banget? Iya, menulis yang baik itu memang lama dan melelahkan. Tapi proses macam itulah yang membuat tulisanmu berisi. Khaled Housseni penulis The Kite Runner yang mashyur itu hobi banget membaca dan mengedit ulang tulisannya sebelum dikirimkan ke penerbit. Beliau tidak malas menyunting tulisannya sendiri untuk memperbaiki yang kurang. Naskah pertama baginya adalah draft kasar yang perlu dipermak, “Proses menulis itu sebagian besar adalah menulis ulang. Di sini saya menemukan berbagai makna, kaitan, dan kemungkinan yang tersembunyi,” Tuh, DIVAmate. Penulis dunia sekaliber beliau saja nggak malas untuk mengedit ulang tulisannya sebelum dikirim. Kita apa kabar?
Karena untuk menghasilkan tulisan yang benar-benar baik adalah sebuah proses, yang seringkali panjang dan penuh tuntutan. Kayak cari jodoh. Tepat sekali yang disabdakan Mimin @KampusFiksi "Setiap yang dibuat dengan instan tidak akan mengandung banyak kesan. Begitu pula tulisan"#
      Berikut ada beberapa yang seringkali dilewatkan oleh penulis pemula.
      Pertama,  menulis tanpa membuat kerangka terlebih dahulu. Sehingga kurang jelas inti dan tujuannya. Padahal kerangka bisa dijadikan patokan saat tulisan kita putus dijalan.
      Kedua, menulis sambil meng-edit. Ini adalah bentuk pembuangan waktu dan membuyarkan ide-ide bahasan.  Karena mengedit sebagai tugas akhir,  bukan dilakukan bersamaan dengan pekerjaan.
     Ketiga, meninggalkan tulisan yang belum selesai.  Nah,  ini gunanya kerangka tulisan. Kerangka tulisan bisa dijadikan acuan penulisan naskah. Dengan kerangka, kita dapat memulainya dari  awal (kalimat pembuka),  pertengahan (kalimat inti)  atau akhir (kalimat penutup). Meski begitu, sebaiknya kita menyelesaikan tugas secara tuntas untuk mencegah perasaan malas atau kegagalan menulis.
Berbeda dengan penulis profesional. Mereka lebih berhati-hati dalam menyajikan tulisannya. Biasanya mereka tidak melewatkan peranan seperti ini.  
~ Berperan sebagai penulis : menyelesaikan naskah secara tuntas. Kemudian biarkan naskah tersebut dalam keadaan tetap/apa adanya. Tinggalkan dan membuat ide tulisan baru.
~ Berperan sebagai pembaca : Membaca kembali naskah yang telah dibuat secara total.  Seseorang akan merasa puas ketika tulisannya dianggap jadi dalam satu waktu.  Naskahnya akan diklaim sempurna oleh dirinya sendiri.  Namun dalam jangka waktu cukup lama, perasaan terhadap naskah itu berbeda,  saat peran sebagai pembaca dilakukan,  seolah sedang membaca karya orang lain.  Dengan begitu akan lebih mudah me ngecek hasil bacaan dan mulai menemukan kerancuan-kerancuan.
~ Berperan sebagai editor : Mengedit tulisan setelah di cek/dibaca. Setelah menemukan kejanggalan dalam tulisan,  maka pengeditan harus segera dimulai. Jangan mengandalkan editor penerbit sepenuhnya.  Waktunya terlalu singkat untuk mengurus draft mentah kita. Sebaiknya juga,  jangan terlalu berharap naskah diterima satu kali pengajuan. Sehingga menjadikan kita kecewa berkali-kali saat naskahnya ditolak sekali.  Seperti halnya dengan penulis yang satu ini. Adhitya Mulya. Penulis genre novel komedi dengan balutan sejarah, yang pernah meluncurkan novel best seller berjudul "jomblo". Dia pernah mengalami 1 kali penolakan,  25 kali tulis ulang,  7 kali ganti topik, dan butuh waktu 12 tahun untuk menyelesaikan draft novel nya yang berjudul "bajak laut & purnama terakhir". Lalu bagaimana dengan kita? Dapat komentar miring saja sudah tutup buku. Padahal,  komentar-komentar miring itulah sebagai wacana penilaian naskah kita.  Sesuai dengan peribahasa 'berakit-rakit dahulu berenang ketepian'. Dinilai-nilai dahulu diterima kemudian. Lantas,  mengapa harus mendadak enggan saat mendengar kabar tentang kekurangan? 😊
     Perhatikan! Seorang penulis sejati,  tidak akan perduli naskahnya ditolak Meski beribu-ribu kali. Menulis tetap saja menulis. Jangan sampai malas menunggangi kemauan kita untuk terus berkarya.

⌛Manjadda Wa Jadda⏳

πŸπŸπŸ‚πŸπŸπŸ‚πŸπŸπŸ‚πŸπŸπŸ‚πŸπŸ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sajen

SESAJI ============================== Ditulisan kali ini, aku tidak ingin membahas makna filosofis sesajen dari pandangan culture jawa maupun mitologi ya, karena aku bukan ahlinya ahli, intinya inti😁. Terlebih jika membahas hukum syari'atnya, hummmm pasti lain ceritaku. Sekali lagi, ku tak sanggup!!!. Jelas lah aku belum mampu membuat riset dan menjadikannya sebuah essay. Jadi cukup menceritakan eksperimen sederhana saja. 😊 . Alhamdulillah aku hidup disebuah desa yang masih lekat dengan budaya kejawennya. Ritual sesaji juga sepertinya masih berlangsung sampai sekarang. Hanya tidak seintens dulu. Nah ini yang aku tunggu. Sa jen. Aku mengintai lewatnya seorang pria dari kaca ruang tamu. Ia bernama mbah Suprat penyunggi sesaji. Begitu terlihat semakin dekat, aku memasang posisi maraton bersama teman-teman sebayaku. Kami langsung menyerbu isi tampah milik lelaki paruh baya itu. Mbah Suprat menyambutnya dengan senyum lebar nan ramah, lalu menurunkan tampahnya sampai ping...

EMBAHKU, IBUKU

***************************************** Sedekat apa hubungan kalian dengan embah? - Sosok embah dihidupku hampir lebih utama dibanding orang tua. Orang tuaku jauh. Sesekali saja mereka menjenguk. Sedih? Pasti. Tapi orang tuaku lebih tahu apa yang harus dilakukannya. Semua demi kebaikan anak-anaknya. Aku bersyukur. Embah tak hanya seorang nenek, tapi seorang ibu. Tidurku tak lepas dari dongeng legendarisnya. Do'anya membaluriku setiap saat. Ia senang menunjukkan kedermawanannya dihadapanku. Aku tahu itu sebuah nasehat yang tersirat. Nasehat untuk tidak menjadi kikir.  Nasehat untuk terus berbagi apapun keadaannya. Ketika menerima tamu, embah mengajariku menyuguhkan secangkir teh dengan benar. Mencium tangan orang yang lebih tua, memandang wajah ketika diajak bicara. Aku tahu, kesopan santunan sedang diterapkan padaku. Etika dan akhlakku dibentuk dari kebiasaan kecil itu.  Embahku adalah Ilmu. Hingga saat embah berpulang kepadaNya, aku begitu kehilangan. Malah bercam...

🐾 CARI danTAU 🐾

                    CARI dan TAU  Membaca bagian dari mengingat tapi menelaah bagian dari lalai .  Bersyukurlah atas ketidak puasan. Berterimakasihlah pada kerakusan. Sebab berkat dua hal itu manusia menikmati sensasi kehausan. Orang yang tidak berfikir merasa cukup hanya membaca kata "Bacalah". Menyudahi dengan mengabaikannya. Namun manusia berakal akan mengembangkan makna kata tunggal itu. Dia akan mencari kemungkinan-kemungkinan dengan segala macam tafsiran. Tidak cukup. Dia akan melebarkan tafsiran-tafsiran itu ke berbagai persepsi. . Sekian..πŸ˜‹✌️